Minggu, 18 April 2010

Cek Sendiri Pajak Yang Dipotong Perusahaan Anda.....

Kewajiban bagi wajib pajak adalah membayar pajak dan melaporkan melalui SPT Tahunan. Pada tulisan saya sebelumnya dijelaskan bahwa apabila kita memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja, maka kewajiban anda hanya melaporkan saja karena pajak penghasilan telah dipotong oleh perusahaan.
Apakah pajak yang dipotong dari gaji saya sudah benar ?

Untuk membuktikannya, sebaiknya anda meminta dulu bukti potong berupa formulir 1721-A1 (untuk karyawan swasta) atau A2 (untuk pegawai negeri/BUMN/BUMD) pada bendahara atau accounting anda.

Langkah-langkahnya adalah :
Cek penghasilan bruto anda, apabila penghasilan bruto anda di bawah Rp. 15.840.000,- (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah setahun, maka dapat dipastikan anda tidak wajib untuk membayar pajakdan secara otomatis juga penghasilan anda tidak akan dipotong pajak.

Cek faktor pengurang anda, faktor pengurang terdiri atas biaya jabatan yang besarnya 5 % dari penghasilan bruto (maksimal Rp.6.000.000/tahun) dan disertai dengan iuran pensiun yang besarnya 5 % dari penghasilan bruto (maksimal Rp.2.400.000/tahun). Iuran pensiun tersebut untuk pegawai negeri/BUMN/BUMD, namun terkadang ada juga perusahaan swasta yang menerapkannya.

setelah Ph Bruto dikurangi biaya jabatan dan iurang pensiun, maka Cek penghasilan netto anda. Jika penghasilan netto anda di bawah Rp. 15.840.000,- (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah setahun, maka otomatis pula tidak ada pajak yang harus dibayar/dipotong.

kemudian Cek PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) anda. Setiap orang PTKPnya berbeda-beda tergantung kondisi per 1 Januari. Yang pasti, PTKP wajib pajak minimal Rp. 15.840.000,-
Tambahan untuk status kawin Rp. 1.320.000,-
Tambahan untuk per 1 tanggungan Rp. 1.320.000,- (maksimal 3 tanggungan)

Kurangi Ph Netto anda dengan PTKP anda.
Hasilnya merupakan Penghasilan Kena Pajak (PKP).
PKP inilah yang kemudian dikalikan dengan tarif progresif sesuai dengan pasal 17 ayat (1) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008. Tarif untuk WP orang pribadi terendah adalah 5 % dan tertinggi adalah 30 %.

Hasilnya adalah pajak yang terutang. Untuk karyawan, jumlah pajak yang terutang akan sama dengan pajak yang telah dipotong oleh perusahaannya. Dengan demikian pelaporan pajak untuk karyawan adalah nihil.

Kamis, 15 April 2010

Saya Karyawan, Apa Saja Kewajiban Pajak Saya ?

Jika anda seorang karyawan dan hanya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja, maka kewajiban anda hanya melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak (tanggal 31 maret tahun berikutnya). Hal ini dikarenakan pembayaran pajak bagi karyawan langsung dilakukan pemotongan oleh pemberi kerja/perusahaan. Kita sebagai karyawan setelah berakhirnya tahun pajak berhak mendapatkan bukti pemotongan pajak berupa formulir 1721-A1 untuk karyawan swasta dan 1721-A2 untuk pegawai negeri sipil (PNS), TNI dan Polri.
Selanjutnya, bukti potong tersebut dilampirkan bersama dengan formulir SPT Tahunan 1770 SS atau 1770 S.

Formulir SPT Tahunan 1770 SS adalah formulir pemberitahuan pajak sangat sederhana yang terdiri atas 1 (satu) lembar kertas. Formulir ini digunakan untuk karyawan yang hanya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja dengan penghasilan bruto dalam setahun tidak lebih dari Rp.60 Juta (enam puluh juta rupiah).

Sedangkan SPT Tahunan 1770 S adalah formulir pemberitahuan pajak sederhana yang terdiri atas 1 formulir induk dan 2 lampiran (total 3 lembar). Formulir ini digunakan untuk karyawan yang memperoleh penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja dengan penghasilan bruto dalam setahun lebih dari Rp.60 Juta (enam puluh juta rupiah).

Jika anda seorang karyawan yang memiliki penghasilan di luar dari perusahaan (usaha sampingan), maka anda wajib membayar pajak atas penghasilan lain lain tersebut. Caranya adalah dengan menggabungkan terlebih dahulu seluruh penghasilan dari pemberi kerja dan dari usaha lain-lain. Setelah diketahui jumlah pajak yang terutang, maka dikurangi terlebih dahulu dengan pajak yang telah dipotong oleh pemberi kerja. Selisih pajak terutang tersebut yang harus di bayar dengan SSP (Surat Setoran Pajak) sebelum SPT Tahunan disampaikan.

Sanksi bila terlambat menyampaikan SPT PPh Orang PRibadi adalah sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).

Pajak Saat Transaksi Jual Beli Tanah dan/atau Bangunan

Bahwa sesuai dengan pasal 4 ayat 2 huruf d Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan bahwa penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan dapat dikenai pajak yang bersifat final. Hal ini dipertegas kembali dengan PP Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 71 Tahun 2008 disebutkan bahwa orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib membayar sendiri PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos dan giro sebelum akta, keputusan perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang.

Besarnya PPh yang harus dibayar atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebesar 5 % (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh sebesar 1 % (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.
Nilai pengalihan yang dimaksud adalah nilai tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak (Akta Jual Beli) dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sesuai UU PBB Nomor 12 Tahun 1994 kecuali dalam pengalihan kepada Pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan dan dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang adalah nilai menurut risalah lelang tersebut.

Sedangkan kewajiban bagi pembeli dalam perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan menurut UU Nomor 20 Tahun 2000 adalah melakukan pembayaran BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan) dengan tarif pajak sebesar 5 % (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) = Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).
Besarnya NPOP adalah mana yang lebih tinggi antara Nilai Perolehan Objek Pajak atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Nilai NOPOTKP untuk setiap daerah berbeda-beda dan ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) kecuali karena waris, hibah dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau ke bawah.

Sehingga berdasarkan hal tersebut di atas maka kewajiban pajak yang timbul akibat transaksi penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut adalah sebagai berikut :

Penjual :
Membayar PPh dengan SSP (Surat Setoran Pajak) sebesar 5 % dari harga jual.
[PPh TB = 5 % x harga jual]
dan melaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut dalam bagian penghasilan yang dikenakan PPh Final.

Pembeli :
Membayar BPHTB dengan SSB (Surat Setoran BPHTB) sebesar 5 % dari NPOPKP.
[BPHTB = 5 % x NPOPKP]
NPOPKP = NPOP (antara nilai jual atau NJOP) - NPOPTKP
dan melaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi atas perolehan tanah dan/atau bangunan tersebut.

Selasa, 13 April 2010

Kenapa Kita Kena Pajak ?

Mengapa sih kita kena pajak ? pertanyaan tersebut sering kita dengar, terlebih lagi masyarakat yang baru pertama kali membayar pajak. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan  untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara, karena 75 % dari APBN ditunjang dari pajak. Kontribusinya sangat besar untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, fasilitas umum, kesehatan, keamanan negara, penyelenggaraan pemerintah dan lain sebagainya.

Untuk mengetahui kapan seseorang dikenakan pajak dapat kita lihat dari syarat yang harus dipenuhi.     Syarat Subyektif
- Anda adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari    dalam jangka waktu 12 bulan.
- Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Syarat Obyektif
Anda harus memliki penghasilan. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diperoleh baik dari dalam maupun luar negeri yang bisa digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak.
Jika kedua syarat tersebut terpenuhi maka harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

Ketika kita sudah memiliki NPWP berarti harus membayar pajak ?
Tidak. Kita wajib membayar pajak ketika penghasilan kita dalam setahun telah melewati batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Untuk tahun pajak 2009, batas PTKP adalah Rp. 15.840.000,-. Jika penghasilan kita masih di bawah PTKP, maka setiap wajib pajak tetap harus melaporkan pajaknya dengan status Nihil.